Selasa, 05 September 2023

"Peran Media Sosial Di Dalam Mendukung GLOBAL CITIZENSHIP"




APA ITU GLOBAL CITIZENSHIP?



Mampu bekerja dengan hormat dengan orang lain dari latar belakang budaya, sosial ekonomi, dan bahasa yang berbeda adalah keterampilan yang dicari di dunia global saat ini. Bahkan, Forbes mengklaim menjadi warga dunia akan menjadi syarat nomor satu bagi para pemimpin bisnis di tahun 2030.

Jadi, apakah warga global itu? Menurut Benjamin Laker dari Forbes, “mentalitas warga global berarti berpikir secara global dan merangkul keberagaman. Para pemimpin perlu memahami dan menghargai budaya baru, secara aktif mencari tim yang beragam, memimpin karyawan dengan latar belakang berbeda, dan [tahu cara] untuk masuk dan berhasil di pasar global baru. ”

Bagaimana siswa internasional menjadi warga dunia? Kursus Kewarganegaraan Global adalah tempat yang tepat untuk memulai.

Literasi Media dalam Digital Citizenship



Digital natives adalah istilah yang diperkenalkan oleh Mark Prensky (2001) untuk menyebut gejala anak-anak yang sudah akrab dengan teknologi komunikasi dan informasi sejak mereka masih dini yang akan berbeda dengan orang dewasa yang akrab dengan teknologi baru. Anak-anak tersebut sebagai generasi millennial, yaitu generasi yang lahir pada rentang waktu 1981-2000, artinya mereka saat ini berada pada usia 16-35 tahun. Generasi ini tidak ikut dalam arus pertentangan ideologi-ideologi besar dunia yang berimbas ke Indonesia dengan terbentuknya Blok Barat dan Blok Timur. Mereka hanya hidup dengan “kecenderungan” menerima satu ideologi politik yang sama, yaitu demokrasi. Generasi baru ini bercirikan 3 karakter dominan, yaitu creative, confidence, dan connected. Kreativitas menjadi basis produktivitas mereka, rasa percaya diri mereka lebih tinggi sehingga tidak sungkan-sungkan untuk menunjukkan ekspresi dirinya bahkan berdebat di ranah publik, serta mereka saling terkoneksi dalam jaringan sosial luas yang ditopang kemajuan teknologi berupa internet. Optimalisasi generasi ini akan menghasilkan nilai sumber daya manusia yang tinggi manakala didukung oleh pendidikan dan akses-akses informasi seluas mungkin. Jika generasi ini mendapatkan sumber belajar yang keliru melalui penyerapan informasi yang salah maka sangat disayangkan potensi besarnya terbuang sia-sia bahkan bisa menjadi menimbulkan irreversible damage (kerusakan yang tak dapat dipulihkan) bagi generasi tersebut. Hal ini tentu saja menjadi petaka besar sehingga para akademisi dan pendidik menyiapkan solusi alternatif yaitu membangun dan menerapkan konsep dan gerakan literasi media (media literacy).

Literasi media dapat dipahami sebagai proses dalam mengakses, menganalisis secara kritis pesan-pesan yang terdapat dalam media, kemudian menciptakan pesan menggunakan alat media (Hobbs, 1996). Pemahaman lain perihal literasi media seperti dikemukakan oleh Rubin (1998) bahwa yang dimaksud dengan literasi media adalah pemahaman sumber, teknologi komunikasi, kode yang digunakan, pesan yang dihasilkan, seleksi, interpretasi, dan dampak dari pesan tersebut. Tujuan dari melek media/literasi media adalah: Membantu orang mengembangkan pemahaman yang lebih baik; Membantu mereka untuk dapat mengendalikan pengaruh media dalam kehidupan sehari-hari dan; Pengendalian dimulai dengan kemampuan untuk mengetahui perbedaan antara pesan media yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan pesan media yang “merusak.” (Rahmi, 2013). Meski pada awalnya literasi media ditujukan kepada semua sumber rujukan informasi seperti buku, majalah, artikel jurnal, televisi, radio dan lainnya. Namun saat ini literasi media yang mendesak untuk menjadi fokus perhatian ialah media internet karena kemudahan dalam mengakses dengan telepon genggam yang praktis dan dapat dibawa ke mana saja, termasuk oleh kalangan pelajar.

Isu utama literasi media bagi kelompok pelajar sebenarnya telah dikampanyekan dalam Partneship for 21st Century Skill, yaitu gerakan yang memfokuskan pada pengembangan kecakapan warga global di abad ke-21. Gerakan ini merupakan upaya untuk merespon perubahan masyarakat global dan tantangan-tantangan yang menyertainya melalui revitalisasi pendidikan kewarganegaraan dengan menyiapkan para pelajar memiliki kompetisi ekonomi, produktivitas kerja yang kompleks, keamanan global, dan perkembangan media internet yang sangat krusial bagi keberlangsungan demokrasi,







Aspek-aspek kecakapan yang dikembangkan diantaranya meliputi civic literacy, global citizenship, dan digital citizenship. Pertama, civic literacy difokuskan pada pengetahuan warga negara tentang hak dan kewajiban yang bersifat lokal, nasional, dan global termasuk bagaimana implikasi dari kebijakan-kebijakan pemerintah di sektor publik, ketersediaan informasi dan kemudahan mengaksesnya, serta partisipasi warga negara dalam menyelesaikan persoalan kemasyarakatan. Kedua, global citizenship sebagaimana dikemukakan Mansilla & Jackson (2011) lewat serangkaian penyiapan warga negara memiliki kemampuan berbahasa asing (selain bahasa ibu), kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi dalam kaitannya dengan interaksi antarbudaya yang berbeda, pengetahuan dasar yang mencukupi terkait aspek kesejarahan, geografi, politik, ekonomi, dan sains serta kapabilitas untuk memahami suatu persoalan dan bertindak dengan pengetahuan secara interdisipliner dan multidisipliner. Apek ketiga yaitu digital citizenship melalui pemahaman tentang keamanan menggunakan internet, mengetahui cara menemukan, mengatur dan membuat konten digital (termasuk literasi media, dan praktek skill secara teknis), pemahaman tentang cara berperan untuk meningkatkan tanggung jawab dalam interaksi antarbudaya (multikultur), serta pemahaman tentang hak dan kewajiban dalam menggunakan media internet. Aspek ketiga menjadi penting dan lebih mendesak karena media internet merupakan jalan masuk untuk menerapkan civic literacy ke dunia global atau global citizenship.


Naufal Fatih Kusumo

1 komentar: